13 November 1998: Hari Bersejarah di Indonesia
Latar Belakang
Pada tahun 1998, Indonesia sedang mengalami masa krisis politik dan ekonomi. Setelah lebih dari 30 tahun berkuasa, Presiden Soeharto menghadapi tekanan yang kuat dari dalam negeri maupun luar negeri untuk mengundurkan diri. Demonstrasi dan unjuk rasa memenuhi jalanan-jalanan di kota-kota besar Indonesia, menuntut Soeharto untuk meninggalkan jabatan.
Peristiwa 13 November 1998
Pada tanggal 13 November 1998, suasana di Jakarta sangat tegang. Ratusan ribu mahasiswa dan pemuda bergerak menuju Gedung MPR/DPR RI di Slipi, Jakarta Barat, untuk menghadiri sidang istimewa MPR/DPR. Mereka menuntut agar Soeharto mengundurkan diri dan diadakannya reformasi politik.
Saat demonstrasi berlangsung, terjadi kerusuhan di sekitar gedung DPR/MPR. Massa yang tidak terkendali membakar beberapa kendaraan dan bangunan di sekitar lokasi. Petugas keamanan juga turut terlibat dalam aksi kekerasan tersebut.
Sidang Istimewa MPR/DPR
Dalam sidang istimewa MPR/DPR, wakil presiden BJ Habibie didaulat sebagai pimpinan sidang. Setelah beberapa kali mengalami penundaan, akhirnya sidang tersebut memutuskan untuk mengeluarkan ketetapan yang menolak nota kepercayaan Presiden Soeharto.
Ketetapan tersebut ditandatangani oleh 388 anggota MPR/DPR, sedangkan 122 anggota lainnya tidak hadir atau abstain. Dengan demikian, Soeharto secara resmi tidak lagi memiliki legitimasi sebagai presiden.
Pengunduran Diri Soeharto
Pada pukul 09:00 WIB, 21 Mei 1998, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya sebagai presiden dalam sebuah siaran pers di Istana Negara. BJ Habibie dilantik sebagai presiden baru Indonesia.
Kesudahannya
Peristiwa 13 November 1998 menandai titik awal dari era reformasi di Indonesia. Kehadiran BJ Habibie sebagai presiden membawa harapan baru bagi rakyat Indonesia. Namun, proses reformasi yang tidak sepenuhnya berhasil membuat Indonesia masih menghadapi beberapa masalah politik dan ekonomi hingga saat ini.
